BISNIS ALA NABI : TELADAN RASULULLAH SAW. DALAM BERBISNIS -- MUSTAFA KAMAL ROKAN, S.H.I., M.H.I.

BISNIS ALA NABI : TELADAN RASULULLAH SAW. DALAM BERBISNIS

Salah satu tempat yang hampir tidak pernah lepas dari kehidupan manusia adalah pasar. Pasar dalam ilmu ekonomi adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli. Semua rasul yang pernah diutus oleh Allah Swt. untuk membimbing umat manusia sepanjang sejarah—termasuk Nabi Muhammad Saw.—adalah orang-orang yang selalu “masukkeluar” pasar.

Dalam QS Al-Furqan (25): 7 dijelaskan bahwa mereka yang tidak dapat memahami dan mengerti keberadaan Muhammad sebagai Rasulullah dalam kapasitasnya sebagai manusia biasa berkomentar. Dan mereka berkata: Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberi peringatan bersama-sama dengan dia?

Dalam konteks rasul-rasul sebelum Muhammad, Allah Swt. berfirman lebih tegas: Dan Kami tidak mengutus rasul-­rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu itu Maha Melihat (QS Al-Furqan [25]: 20).

Melalui informasi kitab suci ini ternyata semua rasul yang diutus oleh Allah kepada umat manusia di samping mereka disebut sebagai manusia biasa juga adalah orang-orang yang beraktivitas di pasar-pasar (yamsyuna fi al-aswaq).

Di antara yang paling banyak dijadikan rujukan umat Islam dewasa ini adalah aktivitas Nabi Muhammad Saw. yang sejak usia belia—tepatnya sekitar usia 12 tahun—telah pergi bersama pamannya, Abu Thalib, membawa barang dagangan dari Mekah ke negeri Syam (Suriah). Kegiatannya masuk-keluar pasar hampir tidak pernah berhenti sepanjang hidupnya. Pada usia 17 tahun, beliau tercatat sebagai saudagar mandiri yang bermitra dengan Khadijah, wanita pemilik modal (shahibul mal), tetapi kemudian pada usia 25 beliau memutuskan untuk mempersunting Khadijah sebagai istrinya. Aktivitas bisnis Muhammad sebagai saudagar sukses berlangsung hampir sepanjang hidupnya. Dalam catatan Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad as a Trader, disebutkan bahwa Muhammad Saw. sebagai saudagar telah dikenal luas namanya di pelbagai negara, seperti Yaman, Suriah, Yordania, Bahrain, dan Irak. Kesuksesan beliau sebagai saudagar ditopang oleh etika yang dewasa ini disebut sebagai key success factor (faktor kunci kesuksesan); yaitu al-shiddiq (benar, jujur), al-amanah (tepercaya, kredibel), al-tabligh (komunikatif, transparan) dan alfathanah (cerdas, profesional).

Masih dalam catatan Afzalurrahman, mengutip riwayat yang tertera dalam Musnad Ahmad, dijelaskan bahwa perja anan bisnis Rasulullah Saw. itu sangat dikenal oleh para pelanggannya. Pasca-pembebasan Kota Mekah (fath al-makkah), sejumlah delegasi dari Bahrain datang kepada beliau di bawah pimpinan al-Ashaj. Sebelum pemimpin kabilah itu bercerita tentang maksud kedatangannya, Muhammad Saw. ternyata bertanya terlebih dahulu berbagai hal tentang orang-orang terkemuka dalam bisnis di Bahrain, seperti Kota Safa, Musshaqqar, dan Hijar. Al-Ashaj terkejut dan kagum betapa luasnya pengetahuan Muhammad Saw. tentang negerinya seraya ia berkata “Aku sangat salut dengan pengetahuan Anda. Anda lebih banyak tahu tentang negeri kami daripada kami sendiri dan Anda lebih banyak mengenal pasar-pasar kami daripada yang kami ketahui.” Prinsip know your costumers dalam bisnis ternyata mampu dipraktikkan oleh Muhammad Saw.

Sebagai seorang saudagar, Muhammad Saw. selalu “berniaga” dengan Allah. Sesibuk apa pun beliau dengan urusan perniagaan, beliau tidak pernah lalai mengingat Allah. Beliau juga “membawa serta” Allah ke dalam pasar. Demikian pula saudagar-saudagar lain, semisal sahabat-sahabat di sekeliling beliau. Potret saudagar semacam inilah yang berlangsung di “pasar-pasar Rasulullah”. Hal ini difirmankan Allah Swt. dalam QS An-Nur (24): 37 bahwa Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat, mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi berguncang.

Adanya penghargaan dan dukungan firman Allah dalam ayat di atas sekaligus menyiratkan adanya perintah untuk me majukan perniagaan sebagai aktivitas ekonomi yang bergerak pada sektor riil. Sektor perniagaan ini diapresiasi Rasulullah Saw. dalam sabdanya, sebagaimana ditulis Imam al-Suyuthi dalam al-Jami’ al-Shagir jilid 1 hlm. 88: “Sesungguhnya sebaikbaik usaha adalah usaha pedagang, yaitu pedagang yang apabila mereka berbicara tidak berdusta, diberi kepercayaan tidak berkhianat, berjanji tidak ingkar, membeli tidak mencela, menjual tidak memuji, bila berutang tidak lalai, dan bila berpiutang tidak menyulitkan” (HR Baihaqi).

Muhammad Saw. sangat mengerti tabiat dan watak pasar. Beliau juga sangat paham dengan kebaikan (al-khair) dan keburukan (al-syar) yang ada di dalam pasar. Sehingga, dalam konteks tertentu beliau mengingatkan kepada sesama pedagang agar waspada dan berhati-hati saat masuk pasar. Dalam konteks ini, sebagaimana disebutkan al-Suyuthi dalam bukunya al-Jami’ al-Shagir, Rasululah bersabda bahwa “seburukburuk tempat adalah pasar” (HR Al-Hakim).

Untuk menghindarkan sisi negatif dari tabiat pasar, Muhammad Saw. mencoba meletakkan aturan-aturan dan etika yang harus ditegakkan oleh pelaku-pelaku pasar. Beberapa bentuk etika bisnis yang diajarkan beliau di pasar di antaranya adalah adil dalam takaran dan timbangan, jujur dan transparan dalam bertransaksi, tidak melakukan jual-beli najasy (menjual barang dengan mempergunakan jasa orang lain untuk memengaruhi dan memuji barang dagangannya dengan purapura menawar agar orang lain terpancing membelinya), tidak melakukan talaqqi ar-rukban (menjemput barang dagangan ke pemiliknya di luar kota dan meletakkan harga yang tidak sesuai dengan harga pasar untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar).

Demikian juga dengan etika untuk tidak menjual kepada orang lain barang yang belum sempurna dimiliki, tidak melakukan ihtikar (penimbunan barang kebutuhan masyarakat lalu menjualnya dengan harga tinggi), tidak melakukan transaksi yang bersifat ribawi serta menghindarkan aktivitas yang bersifat maya (gharar). Etika bisnis dalam Islam adalah memberi kemudahan (tasamuh) baik sebagai penjual maupun pembeli sehingga pasar terasa nyaman dan menjadi aman. Rasulullah pernah bersabda “Allah merahmat seseorang yang memberi kemudahan ketika menjual, ketika membeli, dan ketika melunasi” (HR Bukhari).

Memang tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa pasar harus dijauhi, betapapun di dalamnya tentu terdapat sisi negatif. Pasar itu harus dikelola sebagai katalisator hubungan transendetal manusia dengan Tuhan. Dengan kata lain, bertransaksi di dalam pasar merupakan ibadah seseorang dalam kehidupan ekonominya. Pelaku pasar harus mempunyai tujuan untuk mencari rida Allah, mendapatkan keuntungan yang halal dan membawa berkah. Oleh karena itu, mekanisme pasar harus diciptakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kebangkrutan dan kerugian kepada diri sendiri dan orang lain.

Pasar memang harus diawasi. Secara individu manusia memerlukan pengawasan. Titik lemah yang sering mencelakakan manusia adalah kerakusan. Dalam sebuah riwayat yang populer dan dilaporkan oleh Imam al-Bukhari, Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Jika seorang anak Adam (manusia) telah dikaruniai emas satu lembah, niscaya dia akan menginginkan yang kedua. Apabila telah memilki dua lembah emas, dia menginginkan yang ketiga. Dia tidak akan pernah berhenti untuk mendapatkan keinginannya, kecuali setelah mulutnya penuh disumpal tanah” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).

Kerakusan dan keserakahan merupakan karakter negatif manusia yang melelahkan dan membinasakan. Sulit menjelaskan dewasa ini, masih ada orang yang terjebak dengan kelemahan dirinya, menumpuk harta melebihi pertimbangan akal sehat. Padahal, sejak semula Allah telah berfirman, Upaya memperbanyak harta telah membuat kamu lalai, sehingga kamu masuk ke dalam kubur. Hati-hatilah kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan hati-hatilah (niscaya) kelak kamu akan mengetahui (QS At-Takatsur [102]: 1–4).

Senada dengan peringatan itu, dalam QS Al-Humazah (104): 1–4, sanksi Allah dipertegas lagi, Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benarbenar akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah.

Akibat dari sifat lemah manusia itulah, tidak jarang ditemukan orang yang bekerja demi tujuan mengeruk harta dengan menghalalkan segala cara. Dan sebagai imbasnya, tidak jarang pula menimbulkan krisis pada semua sektor kehidupan. Meskipun Muhammad Saw. tidak lagi secara langsung beraktivitas sebagai “pedagang dan pengusaha” setelah menjabat kepala pemerintahan di Madinah, beliau tetap turun ke pasar-pasar memperhatikan dan mengawasi kegiatan pasar.

Pada suatu ketika, di sebuah pasar di pinggir jalan, beliau menemukan seorang pedagang yang sedang menjual setumpuk kurma. Tiba-tiba beliau memasukkan tangannya ke bawah tumpukan kurma itu. Setelah menarik tangannya, lalu beliau bertanya “Kenapa kurma ini basah?” Si pedagang serta-merta menjawab dengan penuh ketakutan, “Ditimpa hujan, ya, Rasulullah.” Beliau lalu mengusut, “Kalau benar ditimpa hujan kenapa yang basah bagian bawahnya, sementara yang di atas kering?” Pada akhirnya Rasulullah menegaskan, “Barang siapa di antara kalian yang melakukan kecurangan dan penipuan, maka dia tidak termasuk dalam golongan kami” (HR Muslim).

Dewasa ini, dalam menghadapi perilaku ekonomi di pasar-pasar dengan segala macam dan tingkatannya, agaknya praktik bisnis Rasulullah pantas dijadikan tuntunan kita bersama. Kita perlu mengamalkan doa dan permohonan Rasulullah ketika memasuki pasar: “Bismillah, Ya Allah, aku meminta kepada-Mu segala kebaikan (al-khair) pasar ini dan semua kebaikan yang ada di dalamnya, dan aku berlindung kepadaMu dari segala keburukannya (al-syar) dan keburukan yang menyelimutinya (Allahumma inni asaluka min khairi hadzihi al-suqi wa khairi ma fiha wa a’udzubika min syarriha wa syarri ma fiha).

Tulisan Mustafa yang termuat dalam buku ini banyak terkait dengan pasar, baik pasar yang bersifat sederhana (seperti pasar di pinggir jalan) maupun pasar dalam artian luas (seperti pasar perbankan dan pasar global). Kehadiran buku ini menekankan pentingnya aspek moral dan etika bisnis dalam setiap transaksi ekonomi. Saya sependapat dengan penulis buku ini bahwa ekonomi syariah yang sedang berkembang dewasa ini tidak hanya berkaitan dengan aktivitas ekonomi di lembaga perbankan, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya yang berlabel syariah, tetapi seyogianya ekonomi syariah juga hadir dalam setiap transaksi dalam dunia bisnis sehingga dapat terciptalah kondisi ekonomi yang nyaman dalam kehidupan kita. Aspek inilah yang terkadang sering terlupakan.

Dengan bahasa yang lugas dan renyah, buku ini disajikan kepada pembaca, tempat penulis tidak hanya memperbincangkan aktivitas ekonomi secara sederhana, tetapi juga perkembangan ekonomi dunia secara luas. Pantas kiranya bila buku ini dapat menjadi bahan telaah sekaligus referensi yang bersifat reflektif dalam perjalanan ekonomi Islam di negeri kita. Sebagai guru dan “orang tua” penulis, saya mengucapkan syukur kepada Allah Swt. sekaligus rasa bangga dan sukses buat Ananda atas penerbitan buku ini, semoga nilai-nilai ekonomi Islam semakin membumi di bumi persada nusantara. Amin.

DOWNLOAD EBOOK

ISI BUKU

PENGANTAR

 

 

Pasar dan Etika Bisnis -- Prof. Dr. H. Amiur Nuruddin, M.A.

ix

 

Ekonomi Islam Itu Ekonomi Kerakyatan -- Prof. Dr. Uswatun Hasanah, M.A.

xvii

 

Pengantar Penulis

xxiii

 

Prolog

1

Revolusi Ekonomi Rasulullah Saw.

19

 

Meneladani Muhammad Saw., Sang Ekonom

20

 

Semangat Revolusi Ekonomi Maulid Nabi Muhammad Saw.

27

 

Revolusi Ekonomi Rasulullah Saw. ala Piagam Madinah

34

 

Menangkap Pesan Entrepreneur Hijrah Rasulullah Saw.

42

Ekonomi Islam Adalah Ekonomi Akhlak

49

 

Akhlak Dulu, Baru (Berekonomi) Syariah

50

 

Larangan Rasulullah Saw. terhadap Menimbun Barang

57

 

Bisnis Bukan Hanya Untung-Rugi

63

 

Sistem Akhlak Ekonomi Syariah

72

Ekonomi Antiriba

79

 

Riba dalam Perspektif Agama-Agama

80

 

Bunga Bank: Ribakah ?

85

 

Utang Riba atau Utang Produktif

97

 

Menakar Dampak Fatwa Haram Bunga Bank

105

Strategi Rasulullah Menghadapi Krisis

113

 

Cara Rasulullah Saw. Menghadapi Krisis Ekonom

114

 

Ekonomi Kapitalis: Menunggu Keruntuhan

125

 

Membangun Optimisme Ekonomi

131

 

Indonesia, Pusat Ekonomi (Syariah) Dunia

137

 

Kebijakan Ekonomi dalam Menghadapi Krisis

146

Ekonomi Syariah versus Ekonomi Liberal

153

 

Ekonomi Tengah ala Umar bin Khattab

154

 

Mengukuhkan Ekonomi Syariah

161

 

Ekonomi Syariah dalam Pusaran Liberalisme

165

 

Ekonomi Syariah Pilihan Sistem Ekonomi Dunia

172

 

Menghapus Monopoli: Belajar dari Kebijakan Madinah

180

Etika Bisnis dalam Mengelola Perusahaan

187

 

Etika Bisnis di Perbankan

188

 

Larangan Gharar: Mewaspadai Transaksi Derivatif

196

 

Kartel dalam Bisnis: Larangan Tegas Rasulullah Saw.

202

 

Berikhtiar dalam Bisnis: Bukan Makan Gaji Buta dari MLM

209

Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

217

 

Solusi Al-Quran Mengentaskan Kemiskinan

218

 

Menumbuhkan Sektor Riil dan Investasi Syariah

225

 

Carrefour vs Pedagang Kaki Lima

231

 

Membela Pasar Tradisiona

237

 

Pasar Modern dan Pasar Tradisional dalam Islam

243

DAFTAR BACAAN

249

TENTANG PENULIS

255

 

PRIMGRAPHOLOGY TRAINING & CONSULTING

No comments:

Post a Comment