Klaim kebenaran pengetahuan Islam
yang kaku dan ahistoris membawa kepada kecenderungan stagnasi pemikiran Islam.
Pemikiran Islam jalan di tempat, karena kebenarannya dipandang telah final.
Selain itu, hal ini juga menjadikan dunia Islam tidak bisa merespon arus
kemoderenan dan arus perubahan sosial, kultural, politik, dan keagamaan pada
era global. Dunia Islam tidak hanya bermasalah secara internal, tetapi juga
bermasalah secara eksternal.
Konflik-konflik ideologis
keislaman yang bersifat polemis muncul ke permukaan, sementara yang bersifat
komunikatif tenggelam. Pemikiran Islam menjadi statis dan tidak dinamis.
Kemunculan pemikiran-pemikiran keislaman baru yang berbeda dengan arusutama
pemikiran Islam di Indonesia dua dekade yang lalu selalu mendapatkan respon
reaktif dari umat Islam. Gagasan teologi pluralistik Nurcholish Madjid,
misalnya, mendapat cacian yang berlebihan dari berbagai kalangan kelompok
muslim Indonesia di tahun 1990-an. Sama halnya dengan yang dikemukakan
Nurcholish Madjid, gagasan-gagasan Gusdur dalam kurun waktu yang sama dengan
tema-tema yang kurang lebih sama juga mendapatkan respon reaktif. Amin Abdullah
sendiri dalam kuliah-kuliah maupun dalam forum-forum ilmiah mengungkapkan
keprihatinan atas fakta ini. Pemikiran Islam yang mandeg tidak mungkin bisa
menjadikan Islam sebagai salah satu medium untuk menjawab
berbagai tantangan zaman mulai dari isu-isu kemanusiaan, keadilan, kebebasan,
kedamaian dan lain sebagainya.
Dalam kondisi seperti itulah, Amin Abdullah mencoba melakukan ijtihad bagaimana pemikiran Islam menjadi dinamis dan visioner. Berbagai teori-teori dari para filosof Barat maupun Islam kontemporer mempengaruhi berbagai gagasan keislaman yang dia gulirkan. Dia melahirkan beberapa istilah-istilah kunci yang populer di kalangan akademisi muslim di Yogyakarta, mulai dari istilah “truth claim”, “shift[1]ing paradigm”, “normativitas Islam dan historisitas Islam”, paradigma “integratif-interkoneksi” dan lain sebagainya. Istilah-istilah itu wujud dari pengaruh-pengaruh para filosof dan pemikir kontemporer baik dari Barat maupun Islam.
ISI BUKU |
||
Pengantar Editor |
V |
|
Daftar Isi |
ix |
|
Bagian I : M. Amin Abdullah dan
Pemikiran Islam |
|
|
1. |
Alim Roswantoro -- Epistemologi Pemikiran Islam M. Amin
Abdullah |
3 |
2. |
Muhammad Azhar -- Telaah Reflektif Pemikiran Amin Abdullah:
Dari Epistemologi ke Teori-Aksi |
41 |
3. |
Waryani Fajar Riyanto -- Integrasi-Interkoneksi Pro(f)etik |
69 |
4. |
Sahiron Syamsuddin – Pendekatan Orientalis dalam Studi
Al-Qur’an |
95 |
5. |
Khoiruddin Nasution -- Hukum Keluarga Islam dengan Kajian
Interdisipliner |
111 |
Bagian II : M. Amin Abdullah dan Agama-Agama |
|
|
6. |
Ahmad Muttaqin -- Meneguhkan Harmoni Muslim-Kristen:
Mengayuh di antara Problem dan Potensi |
133 |
7. |
M. Sastrapratedja, S.J. -- Hospitalitas dalam Dialog Intereligius |
149 |
8. |
G. Budi Subanar, SJ -- Spirit of Hospitality |
163 |
9. |
Elga Joan Sarapung -- Dialog, Cara Memaknai Perbedaan, Mengatasi
Ketidakadilan |
171 |
10. |
Zuly Qodir -- Etika Sosial dan Dialog Antaragama di
Indonesia |
203 |
11. |
Moch Nur Ichwan -- Manusiawi, Adil, dan Beradab: Menuju
Tadbir Humanistik atas Keragaman Agama |
221 |
Bagian III : M. Amin Abdullah dan
Nilai Kemanusiaan |
|
|
|
Al Makin -- Teladan Intelektual-Pemimpin yang
Berkarakter |
249 |
|
Siti Ruhaini Dzuhayatin -- Pertaruhan Idealisme Islam Substantif dan
Keharusan Pragmatis |
277 |
|
Alimatul Qibtiyah -- Melawan Penindasan, Menegakkan Keadilan
Gender Bersama Amin Abdullah |
289 |
|
Emanuel Gerrit Singgih -- Aku Tidak Bersalah! Memahami Kitab Ayub
dalam Konteks Indonesia Sebuah Percakapan dengan Davidson dan Capps |
301 |
|
Sasanabodhi Bhikhu -- Pencerahan Peradaban Agama-Agama dalam
Konteks Budhisme |
321 |
|
Haidar Bagir -- Dari Kearifan Perenial ke Dialog
Peradaban: Perspektif Muslim |
327 |
Referensi |
343 |
|
Biografi Penulis |
363 |
No comments:
Post a Comment