ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA : AGAMA, MASYARAKAT, NEGARA, DEMOKRASI -- K. H. ABDURRAHMAN WAHID

ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA : AGAMA, MASYARAKAT, NEGARA, DEMOKRASI -- K. H. ABDURRAHMAN WAHID

Bahwa “Tuhan tidak perlu dibela”, itu sudah dinyatakan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam suatu tulisannya yang kemudian menjadi judul salah satu buku kumpulan karangannya yang diterbitkan beberapa tahun la­­lu. Tapi, bagaimana dengan umat-Nya atau manusia pada umum­nya ?

“Merekalah yang sebenarnya justru perlu dibela” ketika me­­­re­­ka menuai ancaman atau mengalami ketertindasan dalam se­lu­ruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama. Konsekuensi dari pembelaan, adalah kritik, dan terkadang terpaksa harus mengecam, jika sudah melewati ambang toleransi. “Pembelaan”, itulah kata kunci dalam esai-esai kumpulan tulisan Abdurrahman Wahid kali ini. Maka, bisa dikatakan, esai-esai ini be­rangkat dari perspektif korban, dalam hampir semua kasus yang dibahas.

Wahid tidak pandang bulu, tidak membedakan agama, etnis, warna kulit, posisi sosial, agama apapun untuk mela­kukannya. Bah­kan, Wahid tidak ragu untuk mengorbankan image sendi­ri—sesuatu yang seringkali menjadi barang mahal bagi mereka yang merasa sebagai po­litisi terkemuka— untuk membela korban yang memang perlu dibela. Maka orang sering terkecoh bahwa seolah Wahid sedang mencari muka ketika harus mengorbankan dirinya sendiri. Munculnya tuduhan sebagai ketua ketoprak, kle[1]nik, neo-PKI, dibaptis masuk Kristen, kafir, murtad, agen Zionis Yahudi dan sebagainya, tidak akan menjadi beban bagi dirinya ketika harus membela korban.

Bahkan jika dia sendiri yang jadi korban, tidak akan ragu juga untuk memperjuangkannya, seperti kasus diskriminasi yang dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) dalam pe[1]milihan pre­siden 2004. Hanya untuk tidak meloloskan dia menjadi calon pre­siden, KPU mereka­yasa sebuah aturan yang aneh bin diskri­mi­­natif dengan me­lang­gar UUD 45 dan perundangan-undangan yang ada, yang di masa depan yang panjang, mungkin baru akan terasa bahwa hal itu akan menjadi problem besar bangsa Indo­ne­­sia untuk menegakkan demokrasi dan ke­daulatan hukum. Mes­­ki­pun ia selama ini selalu menjadi pembela orang lain, ia ti­dak ambil pusing—ketika dirinya menjadi korban, tak ada yang membantu atau membelanya.

Wahid dalam esai-esainya ini melakukan pembelaan mulai dari Inul Daratista yang dikeroyok oleh para seniman terkemuka di Jakarta dengan alasan agama, Ulil Abshar Abdalla aktivis Islam Liberal yang divonis hukuman mati juga dengan alasan agama Islam oleh para ula­ma terkemuka, sampai ancaman untuk menutup pesantren Al-Muk­min di Ngruki, Solo oleh polisi, meskipun ia tetap mengkritik pandangan Abu Bakar Ba'asyir dan pengikutnya.

Wahid juga melakukan pembelaan terhadap rakyat Irak dan Saddam Hussein dalam berhadapan dengan kejahatann Presiden Ame­rika Serikat George W. Bush Jr., rakyat Palestina yang terus menerus men­jadi bulan-bulanan Israel, serta rakyat tertindas di negara-negara berkembang atas dominasi kapitalis dunia dalam globalisasi. Dan tentu saja, rakyat kecil yang menjadi korban kebi­jak­an pemerintah sendiri. Mereka adalah rakyat Aceh yang terpaksa memilih bergabung dengan GAM, sebagian rakyat Pa­pua yang terpaksa bergabung dengan OPM, serta rakyat Ambon yang menjadi korban rekayasa kekerasan. Begitu juga pemeluk agama minoritas, selalu menjadi subjek pembelaannya.

Satu hal yang dihindari Wahid—yang memproklamirkan diri se­ba­gai pengikut setia Mahatma Gandhi—adalah kekerasan, termasuk yang dilakukan dari pihak korban. Hanya kalau orang Islam diusir dari rumahnya yang sah dengan semena-mena, kata Wahid menurut hukum Islam, mereka baru boleh melakukan kekerasan.

Di samping itu, Wahid juga menghindari satu sudut pandang saja dalam melihat banyak hal, termasuk agama. Judul utama buku ini memperlihatkan bahwa pluralitas diutamakan termasuk dalam melihat Islam: “Islamku, Islam Anda, Islam Kita”. Tak ada satu Islam, Islam adalah multi wajah, wajah manusiawi.

Pluralitas dalam melihat Islam dan kehidupan, dengan bersan­dar pada etika dan spiritualitas, itulah yang diusulkan Wahid, termasuk untuk mengelola dunia yang terus bergerak ke arah globalisasi ini: untuk perdamaian abadi dan saling menghormati antar bangsa dan antar manusia.

The Wahid Institute dengan senang hati mempersembahkan esai-esai ini yang ditulis Wahid pasca lengser dari kursi kepresi­denan. Wahid Institute berhutang budi kepada banyak pihak, ter­utama kepada harian dan majalah yang tulisan-tulisannya dimuat dalam kumpulan ini; juga kepada mereka yang secara tekun mencatat, menyimpan dan mem­perbaiki jika perlu, atas semua naskah ini. Juga kepada Abdur­rah­man Wahid sendiri yang dengan rela memberikan naskah ini untuk diterbitkan. Ter­akhir rasa terima kasih yang besar disampaikan kepa­da Dr. M. Syafi’i Anwar Direktur ICIP (International Center for Islam and Pluralism), yang dalam kesibukannya menyelesaikan disertasi doktornya, masih menyempatkan diri untuk membaca, menseleksi dan mem­berikan saran perbaikan serta mensistematisasi dan memberi kata pengantar buku ini.


ISI BUKU

Pengantar Redaksi

v

Pengantar M. Syafi’i Anwar

ix

Daftar Isi

xxxiii

BAB I : ISLAM DALAM DISKURSUS IDEOLOGI, KULTURAL DAN GERAKAN

1

 

Adakah Sistem Islami ?

3

 

Islam: Pengertian Sebuah Penafsiran

8

 

Islam: Pokok dan Rincian

12

 

Islam dan Deskripsinya

17

 

Islam dan Formalisme Ajarannya

21

 

Islam: Pribadi dan Masyarakat

25

 

Islam: Sebuah Ajaran Kemasyarakatan

30

 

Islam: Agama Populer Ataukah Elitis ?

34

 

Islam: Apakah Bentuk Perlawanannya ?

38

 

Islam: Ideologis ataukah Kultural ? (1)

42

 

Islam: Ideologis ataukah Kultural ? (2)

46

 

Islam: Ideologis ataukah Kultural ? (3)

50

 

Islam: Ideologis ataukah Kultural ? (4)

54

 

Islam: Ideologis ataukah Kultural ? (5)

59

 

Islam: Gerakan ataukah Kultur ?

63

 

Islamku, Islam Anda, Islam Kita

66

 

Kaum Muslimin dan Cita-Cita

70

 

Islam dan Orientasi Bangsa

74

BAB II : ISLAM, NEGARA DAN KEPEMIMPINAN UMAT

79

 

Negara Islam, Adakah Konsepnya ?

81

 

Islam dan Perjuangan Negara Islam

85

 

Negara Berideologi Satu Bukan Dua

89

 

Islam, Negara dan Rasa Keadilan

92

 

Negara dan Kepemimpinan dalam Islam

96

 

NU dan Negara Islam (1)

100

 

NU dan Negara Islam (2)

106

 

Islam: Perjuangan Etis ataukah Ideologis ?

111

 

Yang Terbaik Ada di Tengah

116

BAB III : ISLAM, KEADILAN DAN HAK ASASI MANUSIA

119

 

Islam dan Hak Asasi Manusia

121

 

Penafsiran Kembali Kebenaran Relatif

124

 

Islam dan Kepemimpinan Wanita

128

 

Islam dan Dialog Antar Agama

133

 

Umat Buddha dan Kesadaran Berbangsa

136

 

Islam dan Idiosinkrasi Penguasa

138

 

Ulil dengan Liberalismenya

142

 

Aceh, Kekerasan dan Rasa Kebangsaan

147

 

Ras dan Diskriminasi di Negara Ini

151

 

Keadilan dan Rekonsiliasi

155

BAB IV : ISLAM DAN EKONOMI KERAKYATAN

159

 

Islam dan Orientasi Ekonomi

161

 

Islam, Moralitas dan Ekonomi

164

 

Islam dan Keadilan Sosial

168

 

Islam dan Masalah Kecukupan

172

 

Islam dan Kesejahteraan Rakyat

176

 

Islam: antara Birokrasi dan Pasar Bebas

180

 

Islam dan Teori Pembangunan Nasional

184

 

Islam dan Globalisasi Ekonomi

188

 

Syari’atisasi dan Bank Syari’ah

191

 

Ekonomi Rakyat ataukah Ekonomi Islam ?

196

 

Apakah itu Ekonomi Rakyat ?

200

 

Ekonomi Ditata dari Orientasinya

205

 

Benarkah Harus ada Konsepnya ?

209

 

Kemiskinan, Kaum Muslimin dan Parpol

213

 

Menyelesaikan Krisis Mengubah Keadaan

217

BAB V : ISLAM, PENDIDIKAN DAN MASALAH SOSIAL BUDAYA

221

 

Pendidikan Islam Harus Beragam

223

 

Bersabar dan Memberi Maaf

228

 

Berkuasa dan Harus Memimpin

231

 

Tata Krama dan ‘Ummatan Wahidatan

235

 

Agama Di TV dan Dalam Kehidupan

239

 

Arabisasi, Samakah dengan Islami ?

243

 

Penyesuaian Ataukah Pembaharuan Terbatas ?

248

 

Pentingnya Sebuah Arti

253

 

Sistem Budaya Daerah Kita dan Modernisasi

257

 

“Tombo Ati” Berbentuk Jazz

261

 

Dicari: Keunggulan Budaya

265

 

Keraton dan Perjalanan Budayanya

269

 

Akan Jadi Apakah Para Raja ?

274

 

Islam dan Marshall McLuhan di Surabaya

277

 

Diperlukan Spiritualitas Baru

280

 

Doktrin dan Tembang

284

BAB VI : ISLAM TENTANG KEKERASAN DAN TERORISME

289

 

Terorisme Harus Dilawan

291

 

Terorisme di Negeri Kita

295

 

Bersumber dari Pendangkalan

299

 

NU dan Terorisme Berkedok Islam

304

 

Bom di Bali dan Islam

310

 

Benarkah Mereka Terlibat Terorisme ?

314

 

Benarkah Ba’asyir Teroris ?

319

 

Sikap yang Benar dalam Kasus Bali

323

 

Kepala Sama Berbulu Pendapat Lain-Lain

327

 

Tak Cukup dengan Penamaan

332

 

Memandang Masalah dengan Jernih

336

 

Kekurangan Informasi

340

 

Gandhi, Islam dan Kekerasan

345

 

Berbeda Tetapi Tidak Bertentangan

349

BAB VII : ISLAM, PERDAMAIAN DAN MASALAH INTERNASIONAL

353

 

Kita dan Perdamaian

355

 

Perdamian Belum Terwujud Di Timur Tengah

360

 

Dicari Perdamaian Perang Yang Didapat

365

 

Kita dan Pemboman Atas Irak

370

 

Saddam Hussein dan Kita

374

 

Adakah Perdamaian Di Irak ?

378

 

Dapatkah Kita Hindarkan Perang Dunia Ke Tiga ?

382

 

Haruskah Ada Kesepakatan ?

392

 

Pertentangan Bukanlah Permusuhan

396

 

Indonesia-Muangthai: Sebuah Kemungkinan Memperluas Kerjasama

400

 

Pembentukan Sebuah Forum Di Bangkok

403

LAMPIRAN

407




PRIMAGRAPHOLOGY TRAINING & CONSULTING

No comments:

Post a Comment