Dahulu, istilah tasawuf, sufi,
apalagi tarekat, hampir identik dengan keterbelakangan, kampungan, juga kolot.
Namun coba tengok saat ini. Masyarakat kota yang berlabel kemajuan dan kemodernan
berbondong-bondong hadir dalam majelis dzikir, pengajian tasawuf, bahkan
berlombalomba untuk mencari guru untuk berbai’at. Fenomena inilah yang kemudian
memunculkan suatu istilah yang dikenal dengan urban sufism, alias tasawuf
perkotaan. Jika kita tengok lebih jauh lagi, ternyata fenomena di atas tidak
hanya di kalangan orang tua, tapi juga di kalangan anak muda.
Banyak penjelasan yang telah
dikemukakan oleh para ahli dalam menjelaskan fenomena tersebut, yang berinti
pada dua hal: Pertama, sebagai reaksi atas gempuran gencar modernitas yang
disertai dengan efek sampingnya seperti ketercerabutan dari akar budaya, rindu
masa silam, kehampaan, dan ketidakbermaknaan. Kedua, ketidakpuasan terhadap
aspek formal agama. Dengan kata lain, popularitas tasawuf yang kita lihat saat
ini adalah bagian dari reaksi atas dogmatisme dan ritualisme yang mengabaikan
kebutuhan akan ekspresi mistis dan pengalaman batin.
Tidak mengherankan bila kita
dengar bahwa tasawuf menjadi alat efektif di berbagai negara dalam menangkal
ideologi radikal, khususnya di kalangan milenial. Sebagaimana temuan survei di
Maroko, Aljazair, dan Mali, yang menunjukkan bahwa tasawuf menjadi kegandrungan
baru dan dipercaya dapat menjadi penyelamat pemuda dari ekstremisme religius
sekaligus memperkokoh identitas nasionalnya.
Melalui buku ini, Gerakan Islam
Cinta (GIC) meyakini bahwa wajah Islam penuh rahmah dapat kita sering temukan
jika orientasi hukum (law oriented) dalam Islam juga diimbangi dengan aspek cinta
(love oriented) dalam Islam. Dan dalam ajaran-ajaran tasawuf inilah, ruh cinta
bersemayam dan kemudian menyebar ke setiap aspek ajaran Islam lainnya.
Karenanya, Gerakan Islam Cinta excited dengan buku Belajar Bijaksana dari Kaum Sufi yang ditulis oleh Cecep Zakarias El Bilad, yang akrab disapa Kang Cecep. Sebersit harapan kami dari terbitnya buku yang menghadirkan kumpulan kisah hikmah dan nilai-nilai tasawuf dari para pejalan yang berjalan di jalan cinta ini, dapat menjadi role model bagi generasi milenial dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam berelasi dengan Tuhan, sesama manusia, maupun makhluk Tuhan lainnya. Karena sejatinya, Innalillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kita semua dari Tuhan, dan kepadaNya kita akan kembali. Selamat membaca!
ISI BUKU |
|
Kata Pengantar |
vi |
Isi Buku |
ix |
Prolog |
1 |
Sabar itu Tak Ada Batasnya |
23 |
Pribadi yang Bertanggungj awab |
43 |
Islam Mengajarkan Kesantunan |
59 |
Taubat Nasuha |
75 |
Mengokohkan Keyakinan |
97 |
Melahirkan Anak Saleh |
107 |
Karomah Bukan Tujuan |
131 |
Menghadirkan Allah |
141 |
Tidak Mudah Terpesona |
151 |
Kepekaan Sosial |
169 |
Bersyukurlah, Jangan Mengeluh |
181 |
Weruh Sak Durunge Winarah |
191 |
Jangan Menipu Allah |
219 |
Orang tua adalah Gerbang |
225 |
Ngalap Berkah |
245 |
Epilog |
303 |
Daftar Pustaka |
305 |
Tentang Penulis |
309 |
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA GEN ISLAM CINTA :
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA TENTANG TASAWUF :
No comments:
Post a Comment