Belakangan ini, negeri kita
seolah bertambah bising dengan hingarbingar permasalahan violent-extremism khususnya dalam aksi teror atas nama agama.
Tragedi memilukan bom bunuh diri di beberapa titik Kota Surabaya, ialah salah
satu dari misal kebisingan itu.
Kedamaian, kesentosaan dan
ketentraman sosial, seolah menjadi barang langka di negeri ini. Padahal di
Negeri Zamrud Khatulistiwa ini tidak terhitung banyak tokoh ulama karismatik,
yang telah memperjuangkan kedamaian dan keamanan bagi bangsa dan Negara.
Betapa miris jika kesatuan dan
harmoni kita hilang begitu saja tergerus putaran waktu. Sebagai umat muslim,
yang menjadi mayoritas di negeri ini, sudah sepatutnya kita lah yang menjaga
keutuhan dan bertanggung jawab jika seandainya kesatuan bangsa ini mulai retak.
Sebab, agama Islam datang kepada
kita sebagai pedoman nilai dan tuntunan hidup menuju kebahagiaan yang salah
satu cara mencapainya ialah dengan menumbuhkan kedamaian terlebih dahulu.
Dan agaknya, usaha untuk
menumbuhkan kedamaian inilah yang sekarang menemukan halangan dan rintangan.
Kemunculan fenomena radikalisme,
ekstrimisme dan aneka bentuk sikap intoleran lainnya tumbuh laiknya jamur di
musim penghujan, sebagai akibat dari minimnya toleransi, lapang dada dan
tenggang rasa.
Banyak yang ragu dengan wacana
toleransi karena kerap kali disalahartikan menjadi “sinkretisme” agama-agama.
Nabi Muhammad Saw adalah pejuang
kemanusiaan sepanjang masa yang ditempatkan pada nomor satu oleh Michael H.
Hart dalam buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia.
Beliau Muhammad Saw, jelas-jelas
mengajarkan tentang Islam sebagai agama pejuang toleransi, yang dalam bahasa
Arab disebut tasamuh.
Toleransi (tasamuh) dalam Islam
adalah sikap yang menunjukkan rasa saling menyodorkan pengertian, pemahaman dan
dengan didasari kerendahan hati terhadap sesama manusia.
Kata “sesama manusia” tersebut
yang acapkali kita lalaikan dalam hubungan sosial. Sering kali kita hanya
berani bergaul dengan orang yang sepemahaman dengan kita, segolongan dengan
kita, separtai dan bahkan mungkin yang sedaerah saja dengan kita. Hal ini
menyebabkan kita gagap dan sulit untuk menerima perbedaan.
Sementara di dunia ini terdapat
begitu banyak keanekaragaman yang berbedabeda, mulai dari warna kulit, suku,
bangsa, jenis rambut, tinggi badan sampai hobi dan makanan favorit juga
berbeda-beda.
Perbedaan itu, tentunya memiliki
keistimewaan masing-masing yang menjadi bukti atas rahmat dari Tuhan terhadap
umat manusia.
Dalam buku ini, saya hendak
menguraikan tentang beberapa tokoh ulama dari tanah Nusantara yang perlu untuk
diteladani dalam hal perilaku toleran. Isinya mencakup kebijaksanaan,
toleransi, kebesaran hati, falsafah hidup dan kesederhanaan para ulama tersebut
yang tak hentihenti memberikan cipratan berkah sekaligus wejangan kepada kita;
untuk mencipta kedamaian.
Buku ini ditulis tidak dengan
tujuan apa-apa. Hanya untuk napak-tilas, menjenguk ajaranajaran para ulama
nusantara agar dapat kita teladani. Utamanya, buku ini mengulas tentang ajakan
untuk mencintai sesama manusia. Bahwa kita ini manusia, maka jadilah manusia
dan mari memanusiakan manusia.
Nabi SAW bersabda,
“Cintailah manusia sebagaimana
engkau mencintai dirimu sendiri.''
(dalam kitab Al-Musnad, Hadits Riwayat Ahmad)
ISI BUKU |
|
Kata Pengantar |
9 |
Prolog |
13 |
Toleransi Sunan Kalijaga |
23 |
Toleransi Sunan Kudus |
43 |
Toleransi Sunan Bonang |
57 |
Toleransi Sunan Gunung Djati |
73 |
Toleransi KH. Ahmad Dahlan |
89 |
Toleransi KH. Hasyim Asy’ari |
107 |
Toleransi Mochammad Natsir |
121 |
Toleransi KH. Agus Salim |
137 |
Toleransi Buya Hamka |
157 |
Toleransi KH. Abdurrahman
Wahid |
177 |
KEPUSTAKAAN |
197 |
Tentang Penulis |
201 |
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA GEN ISLAM CINTA :
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA TENTANG TELADAN :
No comments:
Post a Comment