Pada buku pertama (Jilid 1),
Adonis telah mengelaborasi panjang lebar seputar pertentangan yang terjadi di
kalangan masyakat Arab-Islam masa awal antara pihak yang menghendaki kemapanan
(ats-tsâbit) dan pihak yang menghendaki perubahan (al-mutahawwil). Ia memulai
pembahasannya pada jilid pertama ini dengan mengkaji dasar-dasar ittiba
(peniruan) dan kemudian dilanjutkan dengan mengkaji dasar-dasar ibda
(kreativitas), mulai dari masalah khilâfah dan politik, agama dan puisi,
fanatisme keagamaan dan politik Islam, puisi dan bahasa, sunnah dan fiqh,
gerakan-gerakan revolusioner dan gerakan-gerakan pemikiran, hingga masalah
puisi dan konsep cinta di dalamnya.
Pada buku kedua (Jilid 2) Adonis
mengkaji tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh para pemikir dan ilmuan
Arab-Islam era Dinasti Umayyah dan Abbasiyah untuk “memapankan yang dasar”
(ta’shîl al-ushûl) dan “memapankan dasar-dasar kemapanan” (ta’shîl ushûl
ats-tsâbit) dalam upaya mendefinisikan pengertian dari term al-qadîm,
as-sunnah, bid’ah, ijma’, dan taklid. Pada aspek ats-tsâbit (yang tetap statis),
Adonis melakukan pembacaan kritis terhadap apa yang ditulis oleh asy-Syafi’i
terkait dengan upayanya memapankan yang dasar. Di sini, Adonis mengutip begitu
banyak teks asy-Syafi’i dan melakukan pembacaan kritis atasnya. Menurut Adonis,
asy-Syafi’ merupakan salah satu tokoh terdepan yang terus berusaha “memapankan
yang dasar”, khusususnya dalam bidang hukum (Islam). Ia sangat gigih
mempertahankan kemapanan dan menolak perubahan. Setelah melakukan kajian atas
teks asy-Syafi’i, Adonis kemudian melakukan teorisasi terhadap dasar-dasar
bahasa dan kaitan antara bahasa dan agama. Setelah itu, kajian dilanjutkan
dengan upaya melakukan teorisasi atas puisi dalam kaitannya dengan nilai-nilai
agama-moral.
Pada buku ketiga (Jilid 3) yang
sekarang ada di tangan pembaca, Adonis lebih memfokuskan kajiannya pada
pertentangan yang terjadi di kalangan masyarakat Arab-Islam era pertengahan dan
masa kebangkitan, khususnya terkait dengan persoalan modernitas.
Modernitas yang muncul saat ini,
menurut Adonis, merupakan perpanjangan dari apa yang disebut sebagai tahawwul
(perubahan), dan perubahan muncul dari asumsi adanya kekurangan atau tidak
adanya pengetahuan di masa lampau. Kekurangan atau ketiadaan ini mungkin bisa
diganti dengan mengambil sesuatu untuk pemikiran atau pengetahuan tertentu dari
bahasa asing ini atau itu, namun mungkin juga ia bisa dijawab dengan melakukan
upaya kreativitas. Dengan demikian, modernitas adalah menyatakan sesuatu yang
belum diketahui oleh tradisi kita, atau mengungkapkan sesuatu yang tidak
diketahui dari satu sisi, dan menerima ketidakberhinggaan pengetahuan di sisi
yang lain.
Sementara itu, salafiyah yang
merupakan perpanjangan dari apa yang disebut sebagai tsabât (kemapanan)
berangkat dari asumsi bahwa pengetahuan melalui teks dan naql adalah paripurna
sehingga kemodernan tidak memiliki makna pentingnya ketika berhadapan dengan
suatu bahasa yang telah mewujudkan kreativitas paripurnanya yang tidak mungkin
dilampaui. Oleh karena itu, pemikiran lain dan juga kreativitas menjadi tidak
diperlukan. Dengan demikian, yang dibutuhkan oleh masyarakat, menurut pandangan
ini, adalah menjadikan masa lalu senantiasa terus hadir.
Inilah dua konsep yang saling
menegasikan antara satu dengan yang lainnya. Salah satunya muncul dari sikap
yang terus-menerus mencairkan identitas dalam masa kini dan masa datang dengan
pengetahuan lama yang sudah berlalu dan bahasa yang mengekspresikannya,
sementara yang lainnya muncul dari sikap menegasikan sikap mencairkan identitas
tersebut.
Dalam keseluruhan buku ini,
Adonis begitu cermat menggambarkan dan memetakan kecenderungan pemikiran dan
kebudayaan Arab-Islam. Ia berhasil
memotret gerak kebudayaan Arab-Islam yang menurutnya selalu terjadi
pertentangan dan pertarungan antara pihak atau kelompok yang menginginkan
ortodoksi (kemapanan) dengan pihak atau kelompok yang menginginkan perubahan
dalam semua lini (teologi, politik, budaya, hukum, dan bahasa-sastra-pusi),
yang mana masing-masing kelompok merasa sebagai pihak yang benar. Tarik-menarik
kepentingan dan juga perebutan klaim kebenaran itulah yang membuat gerak
sejarah kebudayaan Arab-Islam menjadi berkembang dinamis, meskipun di sisi yang
lain terkadang justru memunculkan anomali dan pertentangan yang tidak jarang
juga memakan korban jiwa.
ISI BUKU |
||
Pengantar
Redaksi |
V |
|
Pengantar
Penerjemah |
xvii |
|
Pengantar Ahli
: Dr. Paul Nwyia |
xxvii |
|
Pengantar
Penulis |
Xxxix |
|
Daftar Isi |
lxv |
|
BAGIAN PERTAMA : BATAS-BATAS AKAL |
1 |
|
Al-Qâdhi Abd
al-Jabbâr: Penalaran dan Kerusakan Taklid |
3 |
|
Al-Imâm
al-Ghazâli: Pemikiran dan Batas-Batas Akal |
23 |
|
Al-Fârâbi:
Bahasa dan Modernitas |
33 |
|
Ibn Taimiyah:
Pemikiran sebagai Bid’ah |
45 |
|
BAGIAN KEDUA : PEMIKIRAN YANG HILANG ATAU “ERA
KEBANGKITAN” |
59 |
|
Muhammad Bin
Abd al-Wahhâb: Pemikiran sebagai Taklid |
61 |
|
Muhammad Abduh:
Pemikiran sebagai Kompromi |
77 |
|
Muhammad Rasyid
Ridha: Pemikiran sebagai Upaya Pemahaman |
99 |
|
Al-Kawakibi:
Pemikiran sebagai Reformasi |
117 |
|
BAGIAN KETIGA : LAMPIRAN |
133 |
|
Wawancara |
135 |
|
Tiga Teks
Seputar “Revolusi Islam” |
165 |
|
|
Teks Pertama |
165 |
|
Teks Kedua |
173 |
|
Teks Ketiga |
181 |
Beberapa Pasal |
187 |
|
Penutup :
Menuju Pemikiran Lain |
211 |
|
Daftar Pustaka |
235 |
|
Indeks |
241 |
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA KARYA ADONIS :
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA TENTANG PEMIKIRAN KRITIS ISLAM :
No comments:
Post a Comment