Apa yang dimaksud dengan
spiritualitas bisnis ? Secara hakiki, bisnis merupakan urusan khas manusia.
sebagai urusan khas manusia, bisnis menjaring semua orang tanpa terkecuali.
Bisnis selalu berhubungan dengan apa yang paling bernilai atau yang paling
berharga pada manusia. Hal yang bernilai dan berharga itu yang selalu ingin
ditingkatkan kualitasnya tiada lain adalah hidup. Agar tetap hidup, terlebih
agar hidupnya semakin bermutu atau semakin sejahtera, manusia tentu akan
menggerakkan segala daya dan kemampuan yang dimiliki. Terkadang ia harus
memergunakan berbagai taktik dan strategi untuk meningkatkan kualitas hidupnya,
minimal mempertahankan hidupnya. Pada tataran ini, bisnis lalu merupakan verba,
bukan nomina. Bisnis merupakan upaya manusia untuk menjauhi penderitaan atau
kemelaratan dan mendekatkan diri kepada kenyamanan atau kesejahteraan ekonomis.
Bisnis merupakan kata kerja, gerakan dari kemelaratan menuju kesejahteraan.
Itulah hakikat bisnis.
Apakah yang menggerakkan manusia
sehingga ia bekerja untuk meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik?
penggerak itu bisa macam-macam. Ada yang bersumber dari dalam diri manusia
tetapi bisa juga bersumber dari luar diri manusia. dengan bahasa yang berbeda, motivasi
dalam diri manusia bisa berasal dari diri sendiri tetapi bisa juga dari orang
lain. Jika kita mengikuti pelatihan motivasi, hakikatnya kita sedang dimotivasi
oleh trainer, pelatih atau motivator. Akibatnya, kita bisa saja terbakar dan
termotivasi. Namun setelah acara selesai, motivasi itupun kembali hilang. Ini
menunjukkan bahwa motivasi yang berasal dari luar kendati perlu namun tidak
terlalu signifikan.
Motivasi itu sejatinya harus
muncul dari dalam diri manusia. Penggerak yang terbaik itu adalah, jika ia
muncul dari dalam diri manusia sendiri. manusia itu sendiri sebagaimana yang
kerap dijelaskan para filosof, sebagai makhluk hidup, manusia ditentukan oleh
adanya keinginan, hasrat, naluri, pikiran, kehendak dan kesadaran. Dengan kata
lain, keinginan, hasrat, naluri, berpikir, kehendak bebas dan kesadaran
mencirikan manusia sebagai makhluk hidup yang berbeda dengan makhluk-makhluk hidup
lainnya.
Dengan demikian, spiritualitas
bisnis dalam makna tasawuf (untuk) bisnis, adalah sebuah dorongan yang
bersumber dari dalam diri manusia yang termanifestasi dalam praktik bisnisnya.
Pelakunya tidak saja berbuat sesuai dengan standar etika umum, namun lebih dari
itu, laku bisnisnya sesungguhnya merupakan upaya menterjemahkan sifat dan asma
Allah SWT. Ia tidak saja berbisnis untuk mencari keuntungan material semata,
tetapi sudah bergerak untuk mencari kepuasan batin dan kedamaian jiwa.
Aktivitas bisnis dilihat tidak
lagi dari aspek horizontal tetapi dilihat dari aspek vertikal. Pertanyaan yang
muncul dalam dirinya, tidak lagi apakah sebuah perilaku telah sesuai dengan
ukuran moral dan benar secara hukum. Lebih dari itu pertanyaannya adalah, apakah
aktivitas bisnisnya atau keputusan bisnisnya diridhai Allah atau tidak. Ia
tidak lagi bertumpu pada akalnya tetapi mengacu pada suara hatinya yang selalu
memancarkan kebenaran, kebaikan dan keindahan. Jadilah bisnis sebagai aktivitas
yang bertujuan untuk memperkaya dan memperdalam spiritualitas diri. Singkatnya,
keuntungan bisnis dilihat seberapa kaya ia dengan pengalaman spiritual bukan
seberapa banyak keuntungan material. Wallahu
a’lam bi al-shawab.
ISI BUKU |
||
Kata Pengantar |
v |
|
Daftar Isi |
ix |
|
BAGIAN PERTAMA : SPIRITUALITAS BISNIS DALAM
PERBINCANGAN |
|
|
BAB I |
TASAWUF, SPIRITUALITAS DAN BISNIS |
2 |
|
1. Spiritualitas dan Etika: Kebutuhan Baru
Bisnis Modern |
2 |
|
2. Etika Bisnis dan The Corporate Mystice |
6 |
|
3. Merasakan Kehadiran Tuhan dalam Aktivitas
Bisnis |
9 |
|
4. Pemasaran Berbasis Spiritual |
14 |
|
5. Mempertanyakan Spiritualitas Para Bankir |
17 |
BAB II |
ARTIKULASI NILAI SPIRITUALITAS AL-QUR’AN
DALAM BISNIS |
22 |
|
1. Meniru Allah yang Al-Mughni dan Al-Ghaniy |
22 |
|
2. Merengguk Kehidupan yang Berkah |
26 |
|
3. Menggapai Al-Falah dalam Bisnis |
29 |
|
4. Menjadi Pribadi Produktif, Bercermin Kepada
Nabi Daud AS |
34 |
|
5. Pesan Moral-Spiritual Al-Qur’an dalam
Kehidupan Ekonomi |
38 |
BAB III |
MEMBANGUN SIKAP POSITIF TERHADAP HARTA |
44 |
|
1. Model Pengembangan Harta yang dilarang |
44 |
|
2. Menimbun (Al-Ihtikar) BBM: Absennya Etika |
52 |
|
3. Etika Konsumsi |
55 |
|
4. Konsep Perdagangan dalam Islam |
59 |
BAB IV |
TREND BARU KONSUMEN : MEMBANGUN GAYA HIDUP
HALAL |
64 |
|
1. Gaya Hidup Halalan Thayyiban |
64 |
|
2. Kriteria Halal dan Haram |
69 |
|
3. Hati-hati Dengan Label Syari’ah |
74 |
|
4. Mewaspadai Investasi “Maghrib” |
79 |
BAGIAN KEDUA : EKONOMI ISLAM, SISTEM ILAHIAH
YANG SYUMUL |
|
|
BAB I |
EKONOMI ISLAM : PENCARIAN YANG BELUM SELESAI |
84 |
|
1. Hakikat Ekonomi Islam |
84 |
|
2. Quest
Wajah Ekonomi Islam |
89 |
|
3. Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Ekonomi Umat |
94 |
|
4. Homoeconomics
dan Homoislamicus |
97 |
|
5. Meneguhkan Keilmuan Ekonomi Islam |
101 |
BAB II |
EKONOMI ISLAM DAN ISU-ISU AKTUAL |
105 |
|
1. Islam, Ramadhan dan Pasar |
105 |
|
2. Menghempang Budaya Konsurisme Lewat Puasa |
109 |
|
3. Ledakan Penduduk dan Kesiapan Bumi Kita |
113 |
|
4. Perumahan Syari’ah : Mungkinkah ? |
117 |
|
5. Merancang Manajemen Qurban |
120 |
BAGIAN KETIGA : MEWASPADAI BISNIS SYARI’AH TANPA RUH
SYARI’AT |
|
|
BAB I |
MENEGUHKAN RUH SYARI’AT DALAM PERBANKAN
SYARI’AH |
126 |
|
1. Riba, Bisnis tanpa Moralitas |
126 |
|
2. Riba Versus Bunga Bank, Samakah ? |
130 |
|
3. Nelayan, Kemiskinan Struktural dan BPR-Syari’ah |
134 |
|
4. Peranan Ulama dan Akademisi dalam
Pengembangan Bank Syari’ah |
139 |
|
5. Bank Syari’ah tanpa Spirit |
146 |
|
6. Bank Syari’ah : Asing di Rumah Sendiri |
150 |
|
7. Bank Syari’ah sebagai Solusi Krisis Ekonomi |
154 |
BAGIAN KEEMPAT : SAATNYA MENDAYAGUNAKAN
ZISWAF UNTUK KESEJAHTERAAN UMAT |
|
|
BAB I |
MENGGALI POTENSI EKONOMI UMAT YANG TERPENDAM |
160 |
|
1. Dari Teoritis Ke Ranah Praktis |
160 |
|
2. Filatropi Islam: Potensi yang Terabaikan |
166 |
|
3. Zakat dan Masalah Kepercayaan Umat |
170 |
|
4. Zakat dan Kemiskinan |
175 |
|
5. Fikih Prioritas dan Peradaban Zakat |
178 |
|
6. Zakat Profesi dan Kepedulian Kaum
Profesional |
182 |
|
7. Zakat dan Pameran Kemiskinan |
185 |
BAB II |
SAATNYA MENGEMBANGKAN WAKAF PRODUKTIF |
191 |
|
1. Wakaf Produktif : Fase Baru Ekonomi Islam |
191 |
|
2. Wakaf Uang : Sebuah Harapan Baru |
200 |
|
3. Wakaf Tunai dalam UU No. 41 Tahun 2004 |
205 |
|
4. Wakaf Tunai dan Kesejahteraan Umat |
207 |
|
5. Menggagas Infaq Produktif |
211 |
|
6. Bangkitnya Semangat Filantropi Islam |
215 |
|
7. Etos Wakaf : Ketakwaan dan Kesejahteraan
Umat |
218 |
|
8. Nazhir Wakaf Dalam UU No 41 Tahun 2004 |
222 |
|
9. Eksistensi Nazhir Wakaf dalam Fikih |
226 |
BAGIAN KELIMA : MASA DEPAN PENDIDIKAN TINGGI EKONOMI ISLAM |
|
|
BAB I |
MENINJAU KEMBALI MODEL PENGAJARAN EKONOMI
ISLAM DI PT-PTAI |
232 |
|
1. Pendidikan Tinggi Ekonomi Islam: Proses yang
Belum Selesai |
232 |
|
2. Ketersediaan SDI Ekonomi Syari’ah |
235 |
|
3. Kurikulum Integratif Sebagai Pembeda |
239 |
|
4. Sumber Daya Insani dan Era MEA |
241 |
|
5. Melahirkan SDM Berbasis Syari’ah |
245 |
|
6. Kajian Islam IAIN. SU : dari Dikotomi ke
Integrasi |
249 |
|
7. FEBI dan Kado Besar 40 Tahun IAIN SU |
253 |
|
8. Ekonomi Islam, Ikhtiar Mewujudkan Human
Falah |
257 |
|
9. Menggagas Arsitektur Ilmu Ekonomi Islam |
261 |
DAFTAR KEPUSTAKAAN |
265 |
|
TENTANG PENULIS |
267 |
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA TENTANG EKONOMI DAN MANAJEMEN :
BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA TENTANG PENDIDIKAN :
No comments:
Post a Comment