FILSAFAT PEREMPUAN DALAM ISLAM : HAK PEREMPUAN DAN RELEVANSI ETIKA SOSIAL – MURTADHA MUTHAHHARI

FILSAFAT PEREMPUAN DALAM ISLAM : HAK PEREMPUAN DAN RELEVANSI ETIKA SOSIAL – MURTADHA MUTHAHHARI

Perempuan, dalam buku "Fatimah adalah Fatimah" karya Ali Syariati, seringkali diasosiasikan dengan sumur, dapur, dan kasur. Pandangan kuno tentunya tidak relevan dengan nilai-nilai Islam. Muthahhari, dalam bukunya yang berjudul Filsafat Perempuan dalam Islam (RausyanFikr, 2014), menyatakan bahwa Islam datang untuk kemudian memberikan keadilan gender dan kemerdekaan bagi perempuan.

Islam kemudian melarang praktik jahiliyah yang masih dilakukan sebagian sahabat, seperti menjodohkan anak bahkan sebelum ia lahir, bertukar anak untuk kemudian dinikahkan silang, dan memaksakan pernikahan yang tidak diinginkan anak perempuan. Memang benar bahwa anak perempuan diharuskan mendapatkan izin atau restu dari ayah sebagai wali, namun jika alasan tidak memberikan restu (alasan menolak) dari ayah merupakan alasan yang tidak syari’i, maka perempuan dapat meminta wali lain untuk menikahkannya.

Lalu, apa alasan hukum Islam mewajibkan adanya izin dari ayah bagi anak gadis, sementara anak lelaki tidak memerlukan izin dari ayah? Hal ini dikarenakan laki-laki yang cenderung kepada nafsu, sementara perempuan cenderung kepada kasih sayang, sehingga membuat lelaki memanfaatkan kepolosan perempuan demi pemenuhan nafsu si lelaki. Itulah mengapa bagi perempuan yang sudah pernah menikah (janda), izin ayah tidak lagi wajib. Hal ini dikarenakan janda tersebut dianggap telah mengetahui karakter laki-laki yang cenderung kepada nafsunya.

Pertanyaannya kemudian, apakah Islam yang melarang kejahilan masyarakat terdahulu, kemudian kini ajaran Islam menjadi tak relevan lagi dan justru menjadi suatu kejahilan pula bagi masyarakat sekarang? Dengan kata lain, adakah garansi bahwa ajaran Islam tetap relevan dengan tantangan zaman, termasuk ajaran Islam tentang perempuan?

Menurut Muthahhari dalam buku “Islam dan Tantangan Zaman”, alasan mengapa Islam tetap relevan dengan tantangan zaman adalah karena hanya sesuatu yang esensial yang dipermanenkan oleh hukum Islam, sementara yang aksidental diatur secara fleksibel. Selain itu, syariat atau tuntunan agama yang begitu luas juga dapat ditafsirkan oleh para mujtahid dengan metode istinbath hukum yang bernama ijtihad.

Islam bukanlah ajaran yang berkekurangan yang kemudian secara konservatif menganggap bahwa modernitas adalah sesuatu yang salah, sembari menganggap yang terdahulu saja yang mendekati kebenaran. Namun Islam bukan pula ajaran yang berlebih-lebihan yang kemudian secara progresif nan naif menganggap bahwa modernitas adalah sesuatu yang benar, sembari menganggap yang terdahulu adalah kejahilan.

Jika Plato pernah menyatakan kesyukurannya tidak dilahirkan sebagai perempuan, maka Aristoteles dianggap lebih nyeleneh lagi, dengan pernyataan bahwa perempuan adalah manusia yang belum matang sepenuhnya dibanding laki-laki. Pandangan bias terhadap perempuan tersebut berurat berakar dalam tradisi Barat, mulai dari Yunani hingga Barat Modern.

Belakangan ini, Barat kemudian merevisi pandangannya dengan dukungan terhadap keadilan gender yang sudah dilegitimasi oleh Islam sejak 1400-an tahun yang lalu. Barat kemudian menyusun tahapan feminisme ke dalam; fase perbudakan perempuan, fase pemberontakan kaum perempuan, fase upaya persamaan hak-hak perempuan, fase keadilan gender yang Barat klaim telah mereka dapati di era modern ini.

Hanya saja, Barat keliru jika menganggap bahwa keadilan gender berarti persamaan antara perempuan dan lelaki. Kita tentu paham bahwa equality bukan berarti egalite. Bahwa persamaan bukanlah keseimbangan. Sebagaimana kata Aristoteles bahwa keadilan dapat dipahami secara distributif (keseimbangan), dapat pula secara komutatif (persamaan). Tidak semua persamaan hak antara perempuan dan laki-laki melahirkan keadilan gender.

Secara biologis dan psikologis, laki-laki dan perempuan tidaklah sama. Maka, memaksakan persamaan, sementara kedudukan asali keduanya tidak sama, justru melahirkan diskriminasi, alih-alih keadilan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan disebabkan perbedaan kedudukan asali keduanya, setidaknya pada aspek biologis dan psikologis. Dan perbedaan tersebut bukannya diskriminasi, melainkan diferensiasi agar keseimbangan dan keadilan tetap terjaga.

Buku ini direkomendasikan bagi mereka yang mendaku sebagai aktivis feminisme (pejuang hak-hak perempuan), baik laki-laki, apalagi perempuan. Moment of Lift-nya Melinda Gates juga menarik untuk referensi mutakhir, walaupun tentunya bias Barat. Sementara untuk pandangan Ulama Muslim lainnya yang juga menulis tentang tema perempuan antara lain buku "Fatimah adalah Fatimah" dari Ali Syariati, maupun Tafsir Perempuan dari Ali Asghar Engineer.

DOWNLOAD EBOOK

ISI BUKU

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB

VII

DAFTAR ISI

IX

PROLOG

1

BAGIAN PERTAMA :

PEREMPUAN DAN KEMERDEKAAN SOSIALNYA

33

KEMERDEKAAN DALAM MENENTUKAN MASA DEPAN

33

 

Menikahi Seorang Perempuan Sebelum Perempuan Ini Lahir

35

 

Bertukar Anak Perempuan

37

 

Nabi Saw. Memberikan Kemerdekaan Penuh untuk Memilih Suami kepada Putri Beliau, Fathimah Zahra

37

 

Gerakan Islam Mendudukung Posisi Merdeka Penuh Perempuan

38

 

Izin Ayah

40

 

Laki=laki Adalah Hamba Nafsunya, sedangkan Perempuan Adalah Tawanan Perasaan Kasih Sayangnya Sendiri

43

 

Empat Puluh Usulan Hukum Perdata

46

BAGIAN KEDUA :

ISLAM DAN MODERNITAS

53

ISLAM DAN MODERNITAS I

53

 

Tuntutan Zaman

53

 

Islam dan Tuntutan Zaman

56

 

Kebingungan Berpikir

59

 

Dengan Apakah Zaman Itu Bersesuaian ?

61

 

Adaptasi atau Penghapusan ?

63

ISLAM DAN MODERNITAS II

67

 

Orang yang Kaku dan Orang yang Bodoh

70

 

Kisah dalam Al-Quran

73

ISLAM DAN MODERNITAS III

79

 

Rahasia Dinamikan dan Kelenturan Hukum Islam

80

 

Otoritas Pemerintahan

94

 

Prinsip Ijtihad

94

BAGIAN KETIGA :

STATUS MANUSIAWI PEREMPUAN DALAM AL-QURAN

97

STATUS PEREMPUAN DALAM AL-QURAN

97

 

Filosofi Islam tentang Hak-hak Keluarga

97

 

Persamaan atau Keidentikan

100

 

Kedudukan Perempuan dalam Pandangan Dunia Islam

104

KESETARAAN, TETAPI BUKAN KESERAGAMAN

113

 

Deklarasi Hak Asasi Manusiawi Adalah Filosofi, Bukan Hukum

121

 

Filsafat Tak Dapat Dikonfirmasikan Lewat Kuesioner

124

 

Telaah Sepintas tentang Sejarah Hak-hak Perempuan di Eropa

126

BAGIAN KEEMPAT :

PERBEDAAN ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI

131

PERBEDAAN ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI I

131

 

Apakah Ini Adalah Masalah Simetris (Keseimbangan, Proporsi) atau Masalah Ketidaksempurnaan dan Kesempurnaan ?

133

 

Teori Platon

136

 

Aristoteles versus Platon

138

 

Pandangan Dunia Modern

139

 

Perbedaan-perbedaan Timbalik Balik

141

 

Perasaan Terhadap Satu Sama Lain

143

PERBEDAAN ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI II

144

 

Karya Agung Penciptaan

147

 

Harmoni Lebih Kuat Ketimbang Berahi

149

 

Perbedaan-perbedaan Timbal Balik dalam Perasaan Laki-laki dan Perempuan terhadap Satu Sama Lain

152

 

Pandangan Seorang Psikolog Perempuan

154

 

Sebuah Langkah Cepat

156

 

Pandangan Will Durant

157

INDEKS

165



PRIMAGRAPHOLOGY TRAINING & CONSULTING

BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA KARYA MURTADHA MUTHAHHARI :

BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA TENTANG FILSAFAT :

BUKU-BUKU ISLAM LAINNYA TENTANG PEMIKIRAN KRITIS ISLAM :

No comments:

Post a Comment